Oleh: bin Sugeng bin Tarno Suwito | Januari 6, 2017

Memahami Wara Sembadra

Masih teringat dalam pikiran saya, bagaimana ketika Ki Dalang menggambarkan pandangan tokoh-tokoh di jagat pewayangan, memandang kecantikan Wara Sembadra. Sembadra itu, kalau sedang sendirian terlihat biasa saja. Tidak begitu cantik atau istimewa. Tetapi, kalau sedang berkumpul dengan istri-istri Pandawa lainnya, menjadi terlihat paling cantik. Konsep penggambaran yang waktu itu saya kebingungan untuk mencerna. Walaupun sekarang masih juga sebenarnya.

s54-sembadra_solo-1

Sembadra adalah gambaran ideal wanita priyayi Jawa, atau mungkin juga gambaran idel bagi wanita Jawa siapapun. Seorang wanita yang anggun, yang lemah lembut, yang tenang, yang sederhana, yang patuh kepada suami. Kalau ukurannya fisik tentu bersifat relatif.

Sembadra, walaupun merupakan putri raja besar dari Mandura. Tetapi pada masa kecil dia jalani sebagai orang desa, bersama dengan saudara-saudaranya, di Padepokan Widarakandang. Semasa kecil Sembadra berkulit hitam, berambut jarang dan kemerah-merahan, serta wajahnya pun tidak bisa dibilang cantik. Tetapi, semua akan cantik pada waktunya. Kira-kira begitu. Karena, setelah berusia belasan tahun, Sembadra terlihat seperti yang digambarkan di atas.

Pertemuan

Sembadra, dalam pewayangan Jawa, bertemu dengan Arjuna ketika Widarakandang diserbu anak buah Kangsa. Kangsa yang ingin menikahi Sembadra, mengirimkan anak buahnya untuk membawa Sembadra. Karena lebih dahulu mengetahui akan adanya kedatangan mereka, Demang Sagopa yang merupakan ayah angkat Sembadra, menyuruh Sembadra lari bersama Nyai Sagopi dan Larasati. Ketika di tengah hutan, dia bertemu Arjuna.

Kalau dihitung-hitung, saat itu usia Arjuna sekitar 15-16 tahun dan mungkin Sembadra berusia sebaya. Di masa waktu itu, mungkin usia 16 tahun sudah siap untuk menikah. Atau mungkin saja, pembuat cerita wayang Jawa memang tidak begitu memikirkan atau memperhatikan masalah umur.

Kenapa saya singgung masalah umur ini? Karena Sembadra yang dikejar oleh pasukan Kangsa, meminta perlindungan kepada Arjuna. Arjuna bersedia, tetapi dengan syarat Sembadra mau menikah dengannya. Benar-benar Arjuna ini. Menolong orang dari kezaliman tetapi pamrih. Pamrihnya minta lagi. Mintanya nikah lagi. Pasukan Kangsa berhasil dikalahkan Arjuna, tetapi Sembadra beserta Sagopi dan Larasati ternyata terus berlari pergi ketika Arjuna bertarung. Sampai ketika pertarungan usai, Arjuna pun kehilangan jejaknya.

Mari kita persingkat kisah ini, akhirnya Arjuna mengetahui jika Sembadra adalah sepupunya pasca terbunuhnya Kangsa dan Suratimantra. Ketika Sembadra dan saudara-saudaranya; Kakrasana, Narayana, Larasati, dan Udawa; dipanggil di Pertemuan Agung Mandura termasuk Arjuna dan Bratasena. Arjuna dipanggil dalam rangka dialah yang membunuh Kangsa bersama Narayana. Lagipula Pandawa adalah keponakan Basudewa. Nah, dalam lakon wayang “Kangsa Adu Jago” akan kita dapati kejanggalan. Kejanggalan itu adalah Basudewa yang berinisiatif menjodohkan Arjuna dengan Sembadra. Dari ending “Kangsa Adu Jago” ini sebenarnya membuat lakon carangan “Alap-alapan Sembadra” atau “Sembadra Larung” menurut saya menjadi rancu. Rancu karena tidak nyambung, wong sudah dijodohkan kok pakai sayembara lagi di lain lakon.

Tetapi, menarik juga kalau penggalan kisah ini kita bahas sedikit. Sebelumnya mari kita hilangkan proses perjodohan oleh Basudewa agar menjadi berkelindan.

Pupus

Buriswara tertegun ketika melihat kecantikan salah satu patah dalam pernikahan Kakrasana dengan Erawati. Matanya tidak mampu berpaling, pandangannya selalu tertuju pada Sembadra. Tingkah polah sembadra yang lemah lembut menambah keterpesonaan Burisrawa kepada Sembadra.

Burisrawa lalu mengetahui bahwa sang patah adalah Wara Sembadra, adik dari Kakrasana yang baru saja menikahi saudarinya Erawati. Dia pun melobi Sang Kakak ipar agar bersedia menjodohkannya dengan Sembadra. Kakrasana pun bersedia. Di lain pihak, ternyata Narayana juga berusaha menjodohkan adiknya dengan Arjuna yang juga menyukai Sembadra sejak pertemuan mereka.

Lalu bagaimana untuk memutuskan hal ini? Diadakanlah sayembara yang singkat cerita dimenangkan oleh Arjuna. Sayembara ini atas usulan Narayana yang memang merancang agar yang bisa memenuhi syarat hanya Arjuna. Dari penggalan singkat ini, sebenarnya Burisrawa kalah terhormat. Lagi pula dia fair play dan dengan lugu berusaha memenuhi syarat,  di bantu Baladewa yang juga lugu-lugu saja, dan dikerjai oleh Narayana dan Arjuna yang bersekongkol.

Harapan Burisrawa pun pupus. Burisrawa saking tergila-gilanya dengan Sembadra sampai bersumpah tidak akan menikah dengan wanita lain selain Sembadra. Andai dia menyudahi usahanya sampai di sini. Mungkin dia terinspirasi dengan Kisah Rahwana yang menculik Sinta. Dengan nekadnya dia berniat menculik Sembadra ketika Sembadra hendak mandi di keputrian. Sampai di sana, Burisrawa memaksa Sembadra sampai-sampai mengacungkan senjata kepada Sembadra. Tapi, Sembadra ternyata memilih menusukkan senjata yang diacungkan itu ke tubuhnya. Dia bersimbah darah, Burisrawa panik. Kekacauan itu terdengar sampai  terdengar oleh penjaga di luar. Burisrawa yang panik lalu melarikan diri.

Nah, agar lebih masuk akal dan tidak masuk ke “Sembadra Larung”, kita bilang saja Sembadra nyawanya berhasil diselamatkan walaupun sempat dikabarkan kritis. Kenapa  saya skip “Sembadra Larung”? Karena lakon ini tidak nyambung dengan cerita pakem, blas tidak nyambung.

Pernikahan

Akhirnya Sembadra menikah dengan Arjuna. Mereka dikaruniai seorang anak, bernama Angkawijaya atau lebih dikenal dengan nama Abimanyu. Dia hidup bersama suaminya di Ksatrian Madukara yang masuk wilayah Amarta.

Walaupun menikahi wanita tercantik di jagad pewayangan, rupanya tidak membuat Arjuan berpuas diri. Jumlahnya tidak pasti, tetapi jumlah istrinya paling sedikit saya dapati adalah berjumlah sepuluh. Ada yang menyebutkan 40 atau mungkin lebih.

Dan dikisahkan, walaupun dimadu dengan sebegitu banyak wanita. Sembadra dengan selalu menyetujui pernikahan suaminya tersebut. Betapa senangnya yang menjadi suami Sembadra, siapa pun itu andaikan bukan Arjuna. Tapi apa iya dia tidak apa-apa? Nalar kita mengatakan, itu bukanlah hal yang lumrah dan dapat diterima. Dari sekian banyak tokoh pewayangan yang poligami, setahu saya paling banyak hanya berjumlah 4 orang istri. Lha Arjuna 10 kali lipatnya dari yang paling banyak. Mungkin lebih enaknya menuliskan tentang “Arjuna” di lain tulisan.

Dalam pandangan saya, mending Sembadra menikah dengan Burisrawa dari pada dengan Arjuna. Bahkan Burisrawa sampai tidak menikah seumur hidupnya saking cintanya kepada Sembadra. Soal membela Kurawa yang salah? Lha, Burisrawa kan hanya mengikuti Bapaknya yang membela Kurawa. Mending perang dengan sepupu, dari pada perang dengan Bapak sendiri kan? Soal sifatnya? Siapa tahu setelah menikah dengan wanita yang lemah lembut, dia jadi berubah dari sifatnya yang kasar dan brangasan.

Kira-kira

Sekali lagi, Sembadra adalah gambaran ideal dari seorang putri atau gadis Jawa secara umum. Kelembutannya, kesabarannya, kesedarhanaannya, ketenangannnya, juga kepatuhan dan kepasrahan terhadap suami. Termasuk ketika suaminya menikah lagi dengan begitu banyak wanita lain. Mungkin, penggubah cerita Mahabarata waktu itu, menginginkan punya istri yang seperti Sembadra dan dia sendiri adalah Sang Arjuna. Mungkin saja lho ya.

Lalu, kira-kira, bagaimana memahami penilaian “kalau dipandang sendiri tidak begitu cantik, kalau bersama yang lain terlihat paling cantik”? Entahlah. Hal itu rasanya sulit dipahami oleh jomblo seperti saya sekarang ini heuheu…


Tinggalkan komentar

Kategori